Minggu, 30 November 2014

Catatan Perjalanan Gunung Semeru 3.676 mdpl ala Pendaki Ceria


Danau Ranukumbolo
Dalam beberapa kisah petualangan sebelumnya sudah beberapa gunung di Indonesia yang sudah dikisahkan, mungkin tak lengkap apabila tidak mengisahkan mengenai gunung tertinggi di Pulau Jawa ini,... yaaaa... kali ini menceritakan perjalanan ke sebuah Gunung dengan ketinggian 3.676 mdpl, yakni Gunung Semeru.

Gunung Semeru atau biasa di sebut puncak para dewa ini bisa dibilang merupakan destinasi yang paling ingin dituju oleh para sobat petualang selain Gunung Rinjani di Lombok. Gunung Semeru ini memiliki keindahan yang sangat luar biasa, baik dari Danau Ranukumbolo-nya ataupun puncak tertinggi-nya di ketinggian 3.676 mdpl.

Suasana pagi di Ranukumbolo
Perjalanan menuju ke Gunung Semeru yang bertempat di kota Malang, Jawa Timur bisa dibilang mudah untuk akses menuju kesana. Dari Jakarta, untuk menuju ke Malang, kami tim pendaki liar memilih menggunakan kereta api untuk menuju destinasi puncak para dewa. Tiket kereta api Matarmaja jurusan Jakarta Ps Senen - Stasiun Malang kota Baru seharga Rp55.000 (tahun 2014, karena tahun 2015 sudah naik harga tiketnya) sudah bisa mengantarkan kami menuju destinasi impian kami sebelum nantinya menyambung kembali dengan menaiki angkot menuju ke Terminal Arjosari seharga Rp5.000/orang.

Nunggu kereta tiba
Dari terminal Arjosari kemudian lanjut lagi menaiki angkot yang menuju ke Tumpang dengan tarif Rp5.000/orang (kalau memang banyak pesertanya lebih baik menyewa angkot dari stasiun Malang kota Baru dengan biaya Rp110.000/mobil) dan mobil Jeep yang akan mengantarkan kami menuju ke desa Ranupani (start awal pendakian) dengan biaya Rp600.000/jip bisa patungan dengan sesama pendaki kok hehe...

Menuju Ranupane
Sesampai di Tumpang, kita di haruskan untuk mengisi daftar peserta pendakian dan untuk mendaki Gunung Semeru ini diwajibkan satu tim berjumlah empat orang serta melengkapinya dengan fotokopi KTP, surat keterangan sehat dari Puskesmas setempat dan juga materai Rp6.000 untuk surat pernyataan bahwa pendakian terakhir hanya sampai di Kalimati, lebih dari itu merupakan tanggung jawab sendiri. Oya....apabila dalam satu tim kurang dari empat orang, lebih baik gabung dengan tim lain karena tidak akan diijinkan untuk mendaki kurang dari  empat orang dalam satu tim.

Jip di Tumpang
Basecamp Tumpang
Perjalanan dari Tumpang ke desa Ranupani terbilang cukup jauh dan bisa di tempuh kurang lebih 2 jam perjalanan dengan Jeep (padahal mobilnya Toyota Land Cruiser jadul hahaha). Jalur yang dilewati pun lumayan memukau dan cukup menanjak, yang pasti seru deh hehe..

Menuju Ds Ranupane
Sesampai di desa Ranupani yang berketinggian 2.200 mdpl, kami tim pendaki ceria kebetulan sampai di sore hari jadi kami memutuskan untuk stay terlebih dahulu di basecamp Ranupani untuk kemudian mulai start pendakian keesokan harinya di pagi hari. Sekedar informasi, biaya untuk menyewa homestay di Ranupani dikenakan biaya sebesar Rp10.000/orang, homestay-nya itu berbentuk aula dan kamar mandi ataupun musola pun tersedia tetapi berada di luar aula tidak di dalam. Sementara untuk biaya SIMAKSI (Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi), kami dikenakan biaya sebesar Rp17.000/hari.

Start awal mari berpose
Keesokan harinya, kami mulai start pendakian dari Desa Ranupani ke Danau Ranukumbolo pada pukul 9 pagi, dan akan kami tempuh kurang lebih 4 jam perjalanan dengan melalui 4 pos dengan jalur yang akan dilewati pun tidak terlalu ekstrim dengan kontur hutan belantara namun cukup menguras tenaga sih hehee...  Oya sekedar informasi, saat ini di Gunung Semeru di setiap pos ada yang berjualan goreng-gorengan dan juga buah Semangka loh. Sempat bertanya-tanya kepada penjualnya sejak kapan berjualan di jalur pendakian, si pedagang menceritakan bahwa mulai berdagang setelah booming-nya film layar lebar 5cm karena sejak saat itu banyak pendaki-pendaki yang mulai meramaikan jalur itu.

Landengan Dowo 2.300 mdpl
Watu Rejeng 2.350 mdpl
Jembatan Cinta (sebentar lagi Ranukumbolo)
Setelah sekitar 4 jam perjalanan dari Ranupani akhirnya kami tim pendaki liar sampai di camp pertama (mendirikan tenda) kami sebelum ke puncaknya para dewa yakni Danau Ranukumbolo. Berhubung musim kemarau jadi Danau ini terlihat surut dan kering serta cuaca dingin pun mulai menyambut kami di Danau Ranukumbolo. Saat malam hari, suhu di Danau ini mencapai -3 derajat dan paginya tenda kami pun dihiasi oleh serbuk-serbuk es loh....

At Danau Ranukumbolo
Pagi di Danau Ranukumbolo
Bulir-bulir Es
Setelah bermalam di Ranukumbolo, keesokan paginya kami pun bergegas untuk melanjutkan perjalanan menuju ke camp Kalimati. Di camp Kalimati ini merupakan tempat camp terakhir (mendirikan tenda) sebelum menuju ke puncak Mahameru. Sebelum menuju ke Kalimati, kami tim pendaki liar akan melewati beberapa destinasi yang menarik antara lain Tanjakan Cinta yang mitosnya apabila menanjak di jalur ini tidak menoleh ke belakang, maka niscaya impian kita akan terwujud terutama jodoh. Mitosnya sihhh.... hehehe
Ranukumbolo
Tanjakan Cinta
Selain itu ada juga Oro-oro ombo yang berketinggian 2.460 mdpl, destinasi ini merupakan hamparan bunga lavender yang indah, namun saat kami tim pendaki liar kesana, hamparan lavender hanya sebuah hamparan kering dikarenakan musim kemarau.

Oro-oro Ombo
Cemoro Kandang 2.500 mdpl
Ada juga Cemoro Kandang berketinggian 2.500 mdpl, disini terdapat cemara-cemara gunung yang menghampar hampir di sepanjang jalur, lalu kami pun akan melintasi daerah yang bernama Jambangan di ketinggian 2.700 mdpl, lokasi ini didominasi oleh pohon cantigi dan padang rumput atau sabana. Barulah kita sampai di Kalimati yang berketinggian 2.800 mdpl dan disinilah tempat mendirikan tenda sebelum kembali melanjutkan perjalanan menuju ke puncak Mahameru (3.676 mdpl) di tengah malam.

Kalimati 2.700 mdpl
Menjelang tengah malam, sekitar pukul 23.30 WIB kami pun bersiap untuk menlanjutkan perjalanan menuju ke Puncak Mahameru. Untuk sampai ke puncak waktu yang ditempuh sekitar kurang lebih 5 jam perjalanan, dan jalur yang dilalui pun agak sedikit terjal dengan kontur bebatuan yang licin (kebetulan jalur Arcopodo saat itu habis longsor jadi kami menggunakan jalur baru). Sebelum menuju puncak ada baiknya mempersiapkan segala hal dari fisik dengan tidur lebih cepat dari biasanya, logistik seperti air dan juga makanan serta barang bawaan yang akan dibawa karena naik kepuncak hanya membawa barang yang diperlukan saja (barang-barang berharga mohon dibawa naik jangan ditinggal di camp Kalimati untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan).

Trek menuju Puncak
Puncak Mahameru 3.676 mdpl
Puncak para Dewa
Sebagai informasi, batas waktu di puncak Mahameru hanya sampai jam 9.30 WIB selebihnya sangat berbahaya dikarena asap belerang yang keluar dari kawahnya sangat berbahaya dan angin cenderung mengarah ke jalur pendakian.


Hello Mahameru.....
Terima kasih telah bersedia membaca goresan ini. Semoga catatan perjalanan ini berguna dan mohon saran dan kritiknya. Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan, penulis juga manusia :)

Salam Lestari


Foto-foto lain:
Biar keliatan model video klip

Romantis Itu Disini Bersamaku
Ranukumbolo di Pagi hari
At Jambangan
camp Kalimati
Porter sakti
Ciyee lagi Gosip di Pos 4
Cemoro Kandang
Ga jelas gayanya

Porter Sakti 2
Boy band
Chessssee

Orang sakit 
Trekking awal Ds Ranupani

Minggu, 02 November 2014

Catatan Perjalanan Gunung Papandayan ala Pendaki Ceria





Melanjutkan catatan perjalanan sebelumnya, kali ini berkisah tentang perjalanan kami menyusuri keindahan alam Nusantara di kawasan Barat pulau Jawa tepatnya di daerah Garut, yaitu Gunung Papandayan yang berketinggian 2.665 mdpl.

Bertemakan dengan Trip Hore kami beranggotakan 32 orang peserta, dan yang menarik di Trip Hore ini diikuti oleh anak-anak kecil yang mana adalah anak-anak dari peserta yang juga disertakan dalam perjalanan kali ini. Setidaknya ada 6 anak kecil yang ikut rombongan kami mendaki ke Papandayan.

Trip kali ini sangat berbeda dengan trip-trip sebelumnya, karena pada trip kali ini terbilang luar biasa karena kami menyewa 3 bus Big Bird berukuran 10 seat sebagai alat transportasi menuju ke Gunung Papandayan dari tanggal 24-26 Oktober 2014. Biasanya sih kami ngeteng alias backpacker-an setiap melakukan trip hehe...

Kuitansi Big Bird :)
Berkumpul dari Kampung Rambutan tepatnya di rumah Om Wahyu, sekitar pukul 00.00 WIB kami baru meluncur menuju ke Garut, kebetulan bertepatan tanggal muda (abis gajian katanya sih) dan juga sabtunya libur nasional 1 Muharram maka betul saja kami mulai dari masuk tol JORR dalam kota sudah tersendat dan perjalanan kami yang harusnya di tempuh kurang lebih selama 4 -5 jam menjadi 10 jam perjalanan.

Sekitar pukul 8.30 WIB kami sampai di Garut kota dan kami pun berhenti sejenak untuk membeli perlengkapan logistik pendakian di pasar Garut, setelah selesai membeli logistik kami melanjutkan perjalanan menuju ke Cisurupan, yakni pintu masuk untuk menuju start awal pendakian yaitu Camp David.

Menuju Camp David
Tepat pukul 10.00 WIB akhirnya kami sampai di Camp David, disini kami mengurus perijinan pendakian dan persiapan pendakian. Untuk biaya perijinan satu orang dikenakan biaya Rp7.500,-.

Selesai mengurus perijinan, kami pun menyempatkan diri untuk makan siang dan juga packing ulang untuk barang bawaan yang akan kami bawa ke atas. Target kami saat itu dari camp David kami akan mendirikan tenda di Pondok Salada dan keesokan harinya baru melanjutkan ke Puncak Papandayan jika cuaca memungkinkan.

Jam menunjukkan pukul 11.00 WIB lebih beberapa menit di awali dengan doa bersama yang dipimpin oleh Bang Ambon (Bang Gerry) lalu kami mulai melakukan trekking bersama dengan tujuan Pondok Salada dan kami pun tidak menargetkan waktu dikarenakan banyak anak-anak yang ikut dalam pendakian ini.

Trek Kawah Papandayan
Menyusuri kawah Papandayan trek awal dari Gunung Papandayan kami terus telusuri jalur walau terkadang berhenti sejenak untuk sekedar mencari nafas (oya di jalur kawah ini kita jangan terlalu lama berhenti dikarenakan bau belerang yang sangat menyengat yang dapat membuat kepala menjadi pusing apalagi yang belum gajian tambah pusing aja deh), setelah melewati jalur kawah, jalur yang ditemui lumayan landai dan melintasi sungai yang airnya lumayan segar untuk sekedar cuci muka.

Trekking
Setelah melintasi sungai, trek kembali menanjak dan menyusuri pinggiran tebing yang cukup landai serta jalur hutan hingga ke Pondok Salada (tempat kami mendirikan tenda). Kurang lebih 3 jam perjalanan akhirnya kami sampai di Pondok Salada yang merupakan tempat kami mendirikan tenda untuk bermalam.

camp Area at Pondok Salada
Usai sampai di Pondok Salada kami pun bergegas mencari lokasi untuk mendirikan tenda dan kami mendapatkan tempat di ujung dari Pondok Salada yang kebetulan pada hari itu sangat ramai sekali dengan pendaki-pendaki yang juga ngecamp disana. Cuaca sore itu sangat cerah dengan semilir angin yang terasa menyejukkan, satu persatu peserta datang dan kami pun langsung mendirikan tenda saling berdekatan.

Tenda pun berdiri satu persatu, kami pun mulai melakukan aktifitas masak memasak dan makan memakan perbekalan yang kami bawa dari bawah, selain itu ada juga yang melakukan aktifitas mengabadikan gambar dan lain-lain.

Masak dan makan bareng di Pondok Salada
Keesokan harinya, sekitar pukul 4.00 WIB kami satu persatu terjaga dari tidur untuk bergegas menuju ke puncak, namun karena cuaca mendung yang tidak memungkinkan akhirnya kami mengurungkan niat untuk menuju puncak tetapi kami akan melanjutkan perjalanan ke Tegal Alun.

Pukul 6.00 WIB cuaca kembali cerah dan kami memutuskan untuk menuju ke Tegal Alun dan danau di sekitaran Tegal Alun. Tapi sebelum menuju ke Tegal Alun, kami sempatkan diri untuk berfoto-foto keluarga dahulu di Hutan Mati (jalur sebelum menuju ke Tegal Alun). Di Hutan Mati ini, view untuk mengabadikan gambar terbilang cukup indah dengan pemandangan batang-batang pohon kering tanpa dedaunan dan tanah kapur menghiasi datarannya.

Bersiap Foto keluarga
at Hutan Mati
Usai puas berfoto-foto, perjalanan kembali dilanjutkan dengan trek yang menanjak dengan sebutan Tanjakan Mamang yang cukup menguras tenaga. Di jalur tanjakan Mamang, kita akan menemui jalur air yang bisa di ambil untuk perbekalan air. Lanjut, melewati tanjakan mamang, kami pun sampai di Tegal Alun dimana lokasi ini sangat luas bak landasan pacu pesawat terbang di hiasi oleh tumbuhan-tumbuhan nan cantik jelita.

At Tegal Alun
Puas menikmati pemandangan di sekitar Tegal Alun, kami pun bergegas kembali ke Pondok Salada untuk melakukan packing dan kembali ke Camp David untuk kemudian kembali ke Jakarta. Oya jalur turun kami untuk menuju ke Camp David adalah melintasi jalur Hutan Mati (sebenarnya jalur ini ditutup karena rawan longsor) yang lebih cepat dibandingkan jalur awal pendakian.

Jalur ini memang agak sedikit terjal dan licin, namun lebih menguras adrenalin karena terjalnya jalur. Ya lumayan untuk menguatkan jantung sih hehehee....

Siang sekitar pukul 14.00 WIB kami sampai di Camp David kembali dan kami bergegas turun ke Cisurupan untuk bersih-bersih dan makan di sekitaran masjid di Cisurupan dikarenakan di Camp David toilet hanya ada beberapa sedangkan pengunjung sangatlah banyak. Dan sekitar pukul 16.00 WIB kami pun pulang kembali ke Jakarta.

At Cisurupan sebelum pulang ke Jakarta
#SalamLestari #SalamSemesta
Jangan Tinggalkan apapun Selain Jejak...
Jangan Bunuh apapun Selain Waktu...
Jangan Ambil apapun selain Gambar...

Terima kasih sudah bersedia membaca blog Pendaki Liar, semoga berkenan dan apabila ada kata-kata yang tidak berkenan ataupun salah mohon koreksinya. :)

FOTO-FOTO LAIN:

Sore hari di Pondok Salada
Tegal Alun
Pendaki Dekil
Foto Keluarga
Danya dan Big Man
Model Majalah
Romantis itu Disini Bersamaku

Sarapan Pagi si kecil
Rinjani bermain di malam hari
Masak-masak
Pendaki Gendut
Chef dari Padang pun kami datangkan (baju biru dengan ikat kepala)
Chef dari Ambon (kiri) dan asistennya (bagian nyicip makanan)

Foto Keluarga (belum lengkap)
Vito (jaket hijau) said: Om gembel ya? 

Aihh matee

Happy Wedding Kak Budi
At Tegal Alun
Narsis itu Disini Bersama KAMI
Lagi Akur abang adek

Kumpul-kumpul